Saat ini tidak banyak Sarjana Kedokteran yang ingin mengabdi di daerah terpencil di Indonesia. Minimnya fasilitas dan infra struktur menjadi salah satu alasan utama. Ada juga anggapan bahwa kuliah di bidang ini membutuhkan banyak biaya, sehingga bekerja di pedalaman dengan gaji minim tentu tidak akan mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan(www.okezone.com diakses tanggal 15 Februari 2016). Pendidikan dokter yang terbilang mahal dibandingkan dengan pendidikan lainnya, memicu karakter dokter jauh dari nilai Pancasila, dimana dokter akan lebih berpikir menjalankan profesinya dengan tujuan untuk mengejar keuntungan ekonomi semata dengan cara pragmatis, sehingga pengabdian kepada masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi dan sosial bukan menjadi tujuan utama sebagaimana yang termuat dalam sumpah kedokteran serta Pancasila. Terkait dengan minimnya dokter yang mengabdi pada daerah terpencil di Indonesia, sehingga pernah dibahas dalam diskusi “Potensi dan Peran Institusi Pendidikan dalam Penyediaan Tenaga Kesehatan untuk Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK)” di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) belum lama ini. Sehingga dr. Dwi Handono menilai, salah satu cara memperbaiki minimnya minat dokter muda mengabdi di daerah terpencil adalah dengan memperbaiki kurikulum. Menurutnya, perlu ada tambahan kurikulum berbasis lokal dan wawasan Nusantara mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, termasuk daerah terpencil.
Menurut Penulis sumpah kedokteran, merupakan kaidah dasar yang memiliki ikatan moral yang mendasari bagi dokter untuk terikat secara moral dan etika, dimana dalam sumpah kedokteran tersebut, dokter diharuskan tidak hanya menggunakan keilmuan secara profesional, namun lebih dari itu harus menggunakan keilmuan untuk kepentingan kemanusiaan dengan penuh hati nurani tanpa ada perbedaan status sosial dan ekonomi serta kewilayahan. Apabila dokter dalam menjalankan profesi kedokteran mampu menghayati dan menjalankan secara utuh sumpah kedokteran.Maka dokter tersebut telah menjadikan profesi dokter sebagai profesi mulia(nobile officium), dan telah juga menjalankan nilai Pancasila (Hasrul Buamona,.Jurnal Lex Renaissance Fakultas Hukum UII Yogyakarta.Vol 1 No.2. 2016). Sebagai sistem nilai, Pancasila merupakan “base-values” dan sekaligus juga merupakan “goal-values”. Keseluruhan nilai-nilai dalam sistem nilai Pancasila itu dipersatukan oleh prinsip “kesatuan dalam perbedaan” dan “perbedaan dalam kesatuan” yang menjiwai struktur dasar keberadaan manusia dalam kebersamaan itu. Prinsip yang mempersatukan itu dalam lambang negara Republik Indonesia dirumuskan dalam ungkapan “Bhineka Tunggal Ika”(Kartohadiprojo,1965).
Profesi dokter dengan nilai-nilai Pancasila memiliki hubungan yang erat, Penulis melihat hubungan erat tersebut, dipengaruhi oleh profesi kedokteran berkedudukan di wilayah negara Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai norma dasar bernegara, dan Pancasila itu sendiri merupakan nilai universal yang sebenarnya tidak hanya diberlakukan bagi negara Indonesia saja, namun memiliki nilai universal yang bisa digunakan oleh profesi kedokteran yang ada di negara lain,dikarenakan Pancasila memiliki nilai transedental yang di aplikasikan dalam moral dan etika yang harus dimiliki oleh dokter untuk memberi pelayanan medis kepada pasien dengan sikap yang penuh hati nurani.
Maka dokter baik secara personal, maupuun secara organisasi, tidak bisa melepaskan nilai- nilai Pancasila, dikarenakan nilai- nilai Pancasila memiliki kaitan dan pertanggungjawaban secara transedental kepada Allah SWT, serta dengan manusia itu sendiri sebagai wujud dari kemanusiaan yang adil dan beradab, atau dalam Islam dikenal dengan “rahmatan lilalamin” artinya kehadiran manusia di muka bumi harus memberi manfaat bagi orang lain. Yang menjadi masalah kemudian ialah dikarenakan pendidikan profesi dokter saat sekarang, hanya berkutat pada pendidikan akademis yang kosong akan nilai- nilai Pancasila, dimana pada sisi lain begitu padat pendidikan teknis medis tanpa menghubungkan dengan keadaan sosial masyarakat yang tidak merata akan pemenuhan kesehatan.
Seharusya Pancasila yang merupakan nilai-nilai dasar bernegara, harus dibangunkan kembali dari tidur yang panjang khususnya Pancasila harus aplikasikan dalam kurikulum pendidikan dokter baik itu pada S1,Spesialis,S2 dan S3 tujuannya untuk mendekatkan dokter sebagai pekerjaan pengabdian yang mengabdi bagi yang tidak mampu secara ekonomi dan sosial, serta mengabdi bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil khususnya di Maluku dan Maluku Utara.
Oleh: Cand (DR) Hasrul Buamona,S.H.,M.H. Advokat & Direktur HB Institute Pusat Studi Hukum Kesehatan dan Kebijakan Publik di Yogyakarta.