Publik Indonesia kembali dibuat geram dengan terkuaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat tinggi parlemen. Kali ini, nama lama yang kerap kali muncul dalam sejumlah dugaan kasus korupsi, Azis Samsudin yang digelendang paksa KPK di kediamannya lantaran kasus dugaan suap DAK Lampung Tengah.
Namun, dibalik kegeraman lantaran pejabat korupsi, publik pun sedikit puas dengan kinerja KPK yang kembali unjuk gigi pasca lamanya tidak ada Operasi Tangkap Tangan (OTT). Tentu, penangkapan Azis ini bisa memicu gelora kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Anti Rasuah Indonesia setelah banyaknya kejadian yang membuat publik kembali meragukan integritas KPK di Tanah Air.
Kronologi Penangkapan
Penangkapan Azis Samsudin oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi berlangsung penuh dengan drama. Politisi Partai Golkar tersebut dijemput paksa di kediamannya di Jakarta Selatan pada 25 September 2021 setelah sebelumnya sempat mangkir dari panggilan KPK. Azis mengaku tengah menjalani isolasi mandiri dan meminta untuk pengunduran proses penyidikan yang sejatinya telah dijadwalkan pada Jumat, 24 September 2021 lalu.
Namun, pasukan Firly Bahri bergerak cepat dengan melakukan penjemputan paksa dengan melakukan protokol kesehatan ketat. Salah satunya dengan melakukan tes swab langsung untuk memeriksa kondisi Azis Samsudin. Menariknya, hasil swab menunjukkan Wakil Ketua DPR RI tersebut non-reaktif atau negatif dari virus covid-19.
Penangkapan Azis Samsudin diawali dengan peningkatan status tersangka kasus suap penanganan perkara di Lampung Tengah. Kali ini, politisi yang duduk di parlemen untuk periode 2019-2024 tersebut tersandung kasus suap Robin Pattuju yang ditengarai memberikan uang sebesar 3,1 M untuk mengurus kasus dugaan Korupsi Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah pada tahun 2017 lalu.
Atas perkara tersebut, Azis ditengarai meminta bonus sekitar 8 persen dari total nilai DAK yang disetujui. Nominalnya fantastis, yakni sekitar 3,6 milliar, 100 ribu dollar AS dan 158.100 Dollar Singapura. Atas perbuatannya tersebut, Azis Samsudin terancam dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukumannya adalah penjara 5 tahun dengan denda 25 hingga 250 juta.
Saat ini, Azis Samsudin harus menjalani hukuman kurungan pertama selama kurang lebih 20 hari sembari terus mengikuti rangkaian agenda penyidikan. Eks Ketua Badan Anggaran dan Badan Hukum DPR ini menjalani masa tahanan per 24 September 2021 hingga 13 Oktober 2021 di Rutan Polres Jakarta Selatan. Penahanan ini dilakukan pasca tim penyidik melakukan penyidikan dengan 20 saksi serta sejumlah alat bukti.
Menariknya, kasus Azis Samsudin, bahkan tidak hanya dikaitkan dengan kasus suap DAK Lampung Tengah. Sejumlah kasus mentereng lainnya juga ikut mewarnai dramatisnya kasus Azis. Kasus tersebut diantaranya dugaan suap jual beli jabatan di Tanjungbalai, korupsi di Kutai Kertanegara hingga memperkenalkan Robin ke Walikota Tanjung Balai dan Eks Bupati Kutai Kertanegara untuk memperlancar aksinya. Kendati demikian, kasus tersebut masih terus didalami oleh pihak kepolisian dan KPK.
Gelora Kepercayaan Masyarakat
Penangkapan Azis Samsudin mampu meningkatkan gelora kepercayaan masyarakat terhadap elektabilitas KPK. Sebelumnya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK bahkan menurun ke posisi keempat setelah TNI, Presiden dan Polri. Angka ini sejatinya harus menjadi cambuk bagi KPK untuk kembali meningkatkan kinerjanya dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Suka tidak suka, KPK berhak cemburu dengan keberhasilan Kejaksaan Agung dalam menyelamatkan uang negara sebesar 26,1 triliun dan berhasil menangani 151 kasus Tindak Pidana Korupsi. Angka ini bahkan sudah mencapai 53% dari 285 target kasus Kejagung. Lembaga tinggi Yudikatif tersebut berhasil mengamankan sekitar 363 tersangka, salah satunya Eks Gubernur Sumatera Selatan, Alex Nordin di semester pertamanya di tahun 2021.
Kendati demikian, usaha KPK untuk kembali menunjukkan elektabilitasnya dalam upaya pemberantasan korupsi harus diapresiasi. Penangkapan Azis Samsudin bisa kembali menjadi awal mula yang baik untuk menunjukkan ke Publik bahwa KPK masih tetap garang dan tidak gentar mengungkap kasus Korupsi bahkan yang menjerat nama-nama pejabat tinggi pemerintahan.
Publik Sebagai Hakim Prestasi Penegak Kasus Korupsi
Sejatinya, persaingan sehat antara KPK, Kejaksaan Agung maupun Kepolisian dalam upaya pemberantasan Korupsi adalah sebuah persaingan yang baik. Ketiganya harus terus mempertajam gerakan dengan tetap mempertahankan grand design pemberantasan Korupsi yang berpatokan pada kolaborasi sinergis. Tentu, dengan tujuan mulia yang sama yaitu membuat Indonesia menjadi bebas dari Korupsi dengan Publik tetap menjadi “hakim” dari kinerja mereka.
Lebih lanjut, kasus Azis Samsudin sudah layaknya menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hai dalam memilih wakil mereka. Proses pemilihan wakil rakyat haruslah teliti dengan tetap memperhatikan track record, kinerjanya dan kawal terus proses kerjanya. Jika memang terbukti bersalah, maka tindakan tidak memilih yang bersangkutan di pemilihan selanjutnya adalah tindakan yang sangat tepat.