Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menetapkan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sebagai tersangka, Selasa (26/9/2017).
KPK akan mempertimbangkan tuntutan hukuman berat terhadap politisi Partai Golkar tersebut.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, KPK telah berulang kali membuat program pencegahan korupsi di banyak daerah.
Bahkan, program tersebut diikuti oleh banyak kepala daerah, mulai dari bupati, wali kota hingga gubernur.
Menurut Saut, program serupa telah sering diikuti oleh Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. “Ini akan KPK jadikan unsur yang memberatkan. Bila perlu diberi label, sudah berapa kali program pencegahan yang bersangkutan hadir. Seingat saya KPK punya datanya,” ujar Saut saat dikonfirmasi, Selasa.
Saut mengatakan, Rita dan kepala daerah lainnya pernah menggelar kegiatan pencegahan di Makassar dan daerah-daerah lain. Misalnya, program tunas integritas, di mana dalam forum tersebut kepala daerah saling memberikan masukan dan menceritakan pengalaman tentang pencegahan korupsi.
“Bentuknya ada yang sharing pengalaman guna bangun integritas. Tapi mereka tetap saja tidak ngaruh,” kata Saut. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif membenarkan bahwa KPK telah menetapkan BUpati Kukar Rita Widyasari sebagai tersangka. Ibu Rita Widyasari itu ditetapkan sebagai tersangka betul, tapi bukan OTT (operasi tangkap tangan),” ujar Laode di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Laode mengatakan, penetapan tersangka Rita Widyasari tersebut dilakukan melalui pengembangan penyelidikan yang dilakukan KPK. Ia juga membenarkan adanya penggeledahan di kantor Rita Widyasari. Saat ditanya kasus yang menjerat Rita, Laode enggan menjawab.
Ia mengatakan, hal tersebut akan diumumkan dalam konferensi pers dalam waktu dekat. Kutai Kartanegara dikenal sebagai kabupatan kaya raya di Kalimantan Timur dan juga di Indonesia.
Rita Widyasari sendiri adalah putri mantan Bupati Kukar Syaukani Hasan Rais (almarhum), terpidana kasus korupsi.
Rita Widyasari juga pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kutai Kartanegara dan Ketua Partai Golongan Karya setempat. Pada 14 Desember 2007, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Bupati Kukar non-aktif saat itu, Syaukani karena terbukti menyalahgunakan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat. Sepanjang 2001-2005, Syaukani berhasil meraup dana sebesar Rp 93,204 miliar.
Pengadilan Tipikor mengganjarnya dengan vonis dua tahun enam bulan penjara. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tipikor. Saat kasasi di Mahkamah Agung (MA), hukuman diperberat menjadi enam tahun penjara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Keppres pada 15 Agustus 2010 tentang Pemberian Pengampunan atau Grasi kepada Syaukani Hassan Rais.
Dengan surat grasi tersebut, Syaukani bisa langsung bebas karena vonis enam tahunnya dipotong menjadi tiga tahun, dan yang bersangkutan telah menjalani hukuman lebih dari tiga tahun. Syaukani juga telah membayar seluruh kerugian negara sebesar Rp 49,6 miliar.
Sumber: Kompas.com