Sejak Rabu (2/8) kemarin, Komisi Yudisial (KY) menggelar wawancara terbuka seleksi Calon Hakim Agung (CHA) tahun 2017. Seleksi wawancara ini berlangsung selama tiga hari, mulai tanggal 2 Agustus sampai 4 Agustus 2017 sebagai seleksi tahap akhir. Selanjutnya, CHA yang lulus seleksi ini akan disampaikan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Seperti seleksi CHA sebelumnya, seleksi wawancara terbuka ini dilakukan Tim Panel yang terdiri dari Anggota KY dan Panel Ahli yang terdiri dari hakim agung, mantan hakim agung, pakar dan/atau negarawan. Beberapa nama yang terlibat dalam Panel Ahli diantaranya Prof Kaelan (negarawan), Mantan hakim agung Mohammad Saleh (perdata), Ahmad Kamil (agama), Hary Djatmiko (TUN/Pajak), dan Iskandar Kamil (militer), akademisi Prof Andi Hamzah (pidana). Beberapa aspek penilaian pada wawancara meliputi: visi, misi, komitmen, motivasi, kenegarawanan, integritas, kemampuan administrasi dan teknis yudisial. Misalnya, aspek integritas biasanya dapat dilihat jumlah Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Meski begitu, banyak atau tidak harta kekayaan yang dimiliki seorang CHA bukan berarti tidak memiliki integritas. Sebab, bisa saja harta kekayaan yang dimiliki diperoleh secara wajar. Dalam sesi wawancara di hari ketiga, Jum’at (4/8/2017), salah seorang CHA Ansori (Hakim Ad Hoc Pengadilan Tinggi Jawa Timur) terungkap memiliki usaha perkebunan saat Komisioner KY Sukma Violeta mengkonfirmasi kepada yang bersangkutan. Ansori mengaku harta kekayaan berupa usaha lahan perkebunan selama ini didapat dari usahanya sendiri yang dikelola oleh istrinya sejak tahun 1988. Yaitu, usaha perkebunan kopi, kebun kayu jati, dan sawah
“Tanah sawah dan kebun kopi dan jati ini, diperoleh dari orang tua dan membeli sendiri. Saya sudah bertani sambil mengajar sejak tahun 1988. Pemasukan dari usaha kopi setahun bisa mencapai keuntungan 50 juta, untuk sawah keuntungan selama setahun 20 juta,” ungkap Ansori saat mengikuti wawancara terbuka seleksi CHA 2017 di Gedung KY Jakarta (4/8/2017).
Dia menceritakan tahun 1996, dirinya pernah membeli tanah seluas 2.000 meter yang dibeli sebelum menikah. Untuk lahan hutan kayu jati dibeli tahun 2001 yang bisa dipanen hingga 10 tahun sekali. Sebagian lahan pertanian tersebut ada yang diperoleh dari orang tuanya. Sebelumnya, salah satu CHA Jaliansyah (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Semarang) terungkap memiliki kekayaan yang cukup banyak. Dari mulai rekening disebut memiliki puluhan rekening berdasarkan LHKPN dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, saat dikonfirmasi, Jaliansyah membantahnya.
Jaliansyah mengaku memiliki banyak rekening terutama saat dirinya masih bermain valuta asing (valas) melalui rekening bank BCA. Namun, saat ini sudah berhenti karena tidak mengerti teknologi, sehingga rekening BCA dibiarkan saja. dibiarkan saja. “Ada juga rekening BRI Syariah digunakan untuk anak kuliah, setelah kuliahnya selesai tidak digunakan lagi,” bebernya.
Saat ini, Jaliansyah mengaku masih memiliki empat rekening bank yang masih aktif yakni diantaranya BNI, Bank Mandiri, Bank CIMB Niaga. “Untuk asuransi, dibayarkan berdasarkan kredit jadi tidak dilaporkan dalam LHKPN,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Jaliansyah juga mengkonfirmasi kepada tim panel terkait tanah yang dimilikinya tahun 2006. Ia mengaku memiliki tanah seluas 10.000 meter di Ujung Kampung. “Tanah itu dikasih oleh warga, jadi dulu saya mengajar mengaji, ada guru yang mengatakan kepada saya ‘mau ikut atau tidak pembagian tanah’, dan saya jawab ‘mau, ternyata cuman membayar 50 ribu saja’,” kata dia di Gedung KY, Jakarta (3/8/2017). Ia melanjukan saat bertugas menjadi hakim agama memperoleh tanah tersebut dari kepala kelurahan setempat bersama kader Partai Golkar saat ada program kegiatan sertifikat gratis, sekaligus membuat sertifikatnya. Jadi, dia mengklarifikasi bahwa tanah gratis itu bukan diperoleh karena jabatannya sebagai hakim, tetapi sebagai guru ngaji.
“Saya tidak mengetahui tanah itu awalnya milik siapa, sepertinya milik negara. Jadi tidak ada transaksi jual beli (atas tanah gratis), karena pada saat itu masyarakat (lain) juga mendapatkannya.”
Selain itu, pada tahun 1994, Jaliansyah mengaku memiliki tanah yang dibeli dengan uang sendiri dengan cara meminjam di bank. “Tanahnya juga murah, tetapi saya lupa harganya. Dan tanah itu sekarang dibuat tanaman rambutan,” katanya.
Sumber: Hukumonline.com