Sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kewenangan DPR menggunakan hak angket terhadap KPK.
Rencananya, uji materi akan diajukan pada Kamis (13/7/2017) pukul 12.30 WIB.
Salah seorang pegawai KPK yang menjadi koodinator uji materi, Harun Al Rasyid mengatakan, para pegawai KPK mengajukan uji materi berdasarkan hak konstitusionalnya masing-masing.
Langkah ini dijamin oleh konstitusi dan undang-undang.
“Kami akan ke MK untuk menguji konstitusionalitas aturan yang menjadi dasar hukum hak angket terhadap KPK,” kata Harun melalui keterangan tertulisnya, Kamis. Ia mengatakan, berdasarkan pendapat sejumlah ahli hukum Tata Negara, pegawai KPK meyakini bahwa Hak Angket tidak dapat digunakan kepada lembaga independen, seperti KPK.
Selain itu, sejumlah Putusan MK telah menegaskan posisi dan landasan konstitusional KPK.
Menurut para pegawai, kata Harun, KPK tidak termasuk dalam ruang lingkup lembaga Pemerintah.
Harun melanjutkan, para pegawai KPK berharap MK memberi keputusan yang adil dan proporsional agar dapat menghentikan kesemrawutan yang ditimbulkan DPR atas penggunaan kewenangannya tersebut. Harun mengatakan, Indonesia adalah Negara hukum. Oleh karena itu, setiap kewenangan yang digunakan sedianya harus juga berdasarkan hukum, termasuk perihal kewenangan DPR.
Harun menilai, penggunaan hak angket DPR terhadap KPK tidak bisa dilepaskan dari kasus yang tengah ditangani.
“Sulit memisahkan peristiwa Angket DPR terhadap KPK ini dengan penanganan kasus KTP elektronik yang sedang berjalan. Apalagi asal mula Hak Angket dibicarakan adalah ketika KPK menolak memutar rekeman pemeriksaan Miryam S Haryani di DPR,” kata Harun. Sebelumnya, empat mahasiswa telah lebih dahulu mengajukan uji materi terkait kewenangan hak angket DPR yang tercantum pada pasal 79 Ayat 3 UU Nomor 42/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
Viktor Santoso selaku koordinator kuasa hukum Pemohon mengatakan, uji materi yang diajukan pihaknya ini berawal dari pembentukan Pansus Angket DPR terhadap KPK yang terkesan dipaksakan.
Dalam pasal 79 ayat 3 UU MD3 menyebut bahwa DPR dapat menggunakan hak angket kepada pemerintah. Namun, beberapa waktu belakangan, DPR seakan memperluas makna, sehingga hak angket juga bisa diberlakukan terhadap KPK yang sebenarnya merupakan lembaga negara.
Padahal, kata Vector, dalam penjelasan norma pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemerintah, yakni pelaksana suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, Menteri Negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintahan non-kementerian.
“Ini sudah bukan preseden buruk lagi, tapi sangat buruk karena pemahaman dari UU yang sudah dijelaskan secara eksplisit dan dijelaskan lagi pada bagian penjelasan secara limitatif mengenai lingkup angket itu, kemudian dimaknai lebih luas lagi oleh DPR tanpa melihat undang-undang. Artinya, dia (DPR) meluaskan sendiri kewenangannya,” kata Vector di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sumber: Kompas.com