Wakil Ketua Baleg Arif Wibowo mengatakan, DPR menunggu sinyal dari Presiden Joko Widodo terkait kelanjutan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
DPR, melalui Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR, tengah menyosialisasikan revisi UU tersebut kepada masyarakat, khususnya kalangan akademisi.
Meski sosialisasi sudah berjalan, sejumlah anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR mengaku belum mengetahuinya.
Sedianya, kelanjutan proses revisi UU KPK juga berkoordinasi dengan Baleg.
“Di Baleg sendiri memang tidak ada pembahasan. Saya kaget ketika (tahu) BKD melakukan itu,” ujar Arif Wibowo saat dihubungi, Minggu (5/2/2017).
Arif menjelaskan, pada 2016 lalu, saat rencana revisi UU KPK menuai kontroversi, Presiden Joko Widodo meminta dilakukan sosialisasi terlebih dahulu, terutama kepada pemangku kepentingan.
Oleh sebab itu, DPR menunggu sinyal Presiden untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan revisi UU KPK.
“Untuk itu, kami menunggu sinyal Presiden. Kalau pemerintah katakan sudah siap, kami akan lanjut. Itu sebabnya dalam Prolegnas tetap selalu UU itu dimasukkan, jaga-jaga kalau sinyal dari pemerintah menyatakan siap utk dibahas,” ujar Arif.
“Bukan berarti kami yang menginisiasi pembahasan itu meski RUU-nya inisiatif DPR,” lanjut dia.
Arif akan mengonfirmasi ke BKD untuk mengetahui siapa pihak yang memerintahkan BKD melakukan sosialisasi RUU KPK.
“Ini kan yang jalan BKD. Siapa yang memerintahkan? Pimpinan DPR, Kesetjenan atau siapa? Nanti saya juga akan cek,” kata Politisi PDI Perjuangan itu.
Hal senada diungkapkan Ketua Baleg Supratman Andi Agtas.
Ia mengaku tak tahu bahwa proses RUU KPK dilanjutkan. Menurut dia, revisi UU itu telah dikeluarkan dari Prolegnas 2017 dan belum diagendakan di Baleg.
“Bagaimana mungkin mau paripurna sedangkan tidak masuk dalam prolegnas (Program Legislasi Nasional), itu tidak mungkin terjadi,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan, belum ada rencana melanjutkan revisi UU KPK dalam waktu dekat.
Jika ada sosialisasi, hal itu merupakan kelanjutan dari rapat konsultasi dengan Presiden 2016 lalu.
“Artinya, revisi itu kan bukan sesuatu yang wajib tapi kalau diperlukan ada sosialisasi ya disosialisasikan,” ujar Fadli.
“Mungkin dari kalangan pakar, akademisi, harusnya bisa memberi masukan. Apakah yang sekarang sudah tepat atau perlu ada revisi untuk lebih baik,”
Ada empat universitas yang akan menjadi lokasi dilakukannya sosialisasi revisi UU KPK.
Sosialisasi telah dilakukan ke Universitas Andalas dan Universitas Nasional. Rencananya, pada 23 Maret mendatang, sosialisasi akan dilakukan di Universitas Gadjah Mada, dan selanjutnya di Universitas Sumatera Utara.
Ketua Badan Keahlian DPR, Johnson Rajagukguk menjelaskan, masih banyak yang belum memahami poin-poin revisi UU KPK.
Selain itu, masukan-masukan juga dibutuhkan jika sewaktu-waktu revisi tersebut dilanjutkan.
Johnson menambahkan, Badan Keahlian DPR diminta untuk menindaklanjuti keputusan pemerintah dan DPR yang memutuskan akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu sebelum direvisi.
Permintaan tersebut diajukan sekitar satu bulan yang lalu.
Beberapa poin revisi yang disosialisasikan di antaranya mengenai pembatasan umur KPK, pembentukan dewan pengawas, pembatasan umur KPK, hingga keharusan KPK meminta izin melakukan penyadapan.
“Penyadapan, misalnya. Tidak ada larangan penyadapan. Tapi diatur kapan dia boleh melakukan penyadapan. Ini juga baru pemikiran yang dituangkan di konsep, silakan diperdebatkan,” ujar Johnson, saat ditemui Selasa (28/2/2017) lalu.
Tidak ada draf baru yang digodok Badan Keahlian. Pihaknya hanya menyosialisasikan konsep yang sudah disusun Baleg.
“Tidak ada (penggodokan draf baru). Karena kan sosialisasi, jadi konsep yang ada saja. Makanya kami (sosialisasi) bersama Baleg,” kata dia.
Dari hasil sosialisasi, ada beberapa pihak yang tetap menolak revisi. Namun banyak pula yang baru memahami poin-poin revisi dari sosialisasi tersebut.
“Nanti kami lihat. Kami juga objektif menilainya. Kalau memang pemikiran yang muncul dihentikan, ya silakan saja. Kalau memang menolak silakan. Tapi tolaklah karena memahami revisinya seperti apa,”
Sumber: Kompas.com