Menurut data dari Badan Statistik Nasional tahun 2020, remaja berusia 10-24 tahun di Indonesia mencapai 69,8 juta jiwa. Angka ini bahkan 25,84 persen dari total 270 juta penduduk Indonesia. Tentu, populasi remaja yang tinggi juga berpotensi pada tingginya angka permasalahan remaja pula. Hal ini sesuai dengan teori probabilitas yang mengatakan bahwa semakin tingginya angka populasi remaja maka semakin tinggi pula tingkat risiko kasusnya.
Bukan berniat negatif thinking terhadap pada remaja, yang merekapun sejatinya adalah generasi penerus bangsa. Namun, kemungkinan ini juga berdasarkan pada sejumlah faktor. Faktor pertama adalah kondisi psikologis remaja dimana usia ini merupakan usia peralihan dari anak-anak ke dewasa. Di rentang usia 10 hingga 24 tahun, para remaja sudah bukan lagi anak-anak ditambah dengan kondisi fisik yang berubah drastis, namun secara pemikiran dan pengalaman, mereka belum bisa dikatakan dewasa.
Tidak hanya secara fisik, secara psikologis, di usia ini, mereka memiliki gejolak emosi yang luar biasa dan sangat tertarik untuk mencoba banyak hal-hal baru. Periode pubertas dengan gejolak perubahan sangat dramatis tidak hanya dari segi fisik namun juga kejiwaan. Bisa dikatakan jika usia ini adalah fase dimana manusia mengalami hal paling labil dalam hidup.
Nah, faktor selanjutnya muncul dari adanya pengaruh pola asuh, lingkungan hingga kemajuan teknologi. Jika remaja berada pada lingkungan yang tepat, mendapatkan pola asuh yang baik serta mengakses berbagai informasi digital dengan baik, bisa jadi ia akan menjadi remaja yang bebas dari kasus atau berpeluang menjadi remaja yang baik.
Sebaliknya, jika remaja mendapatkan lingkungan yang buruk, pola asuh yang kurang tepat hingga akses informasi yang tidak benar, bukan tidak mungkin mereka akan terjun dalam berbagai jurang permasalahan. Meski tidak menutup kemungkinan juga bahwa banyak remaja dengan pola asuh dan lingkungan yang buruk tetap menjadikan mereka remaja yang baik, begitupun sebaliknya.
Pelanggaran yang Biasa Dilakukan Oleh Remaja
Nah, kasus yang melibatkan para remaja, setidaknya, masyarakat maupun pemerintah mendefinisikannya dalam dua hal. Pertama adalah perilaku yang melanggar norma sosial dan perilaku yang melanggar norma hukum. Pelanggaran norma sosial oleh remaja misalnya perilaku tidak sopan dengan orang tua, membantah dan perilaku lain dalam kategori rendah.
Dalam kategori pelanggaran normal sosial berat oleh remaja misalnya hamil di luar nikah, melakukan tindak asusila, tawuran, kekerasan dan lain sebagainya. Sementara itu, untuk pelanggaran norma hukum oleh remaja biasanya terlibat dalam kasus narkoba, pencurian, kekerasan hingga adanya korban jiwa, perampokan, begal dan lain sebagainya.
Penyelesaian Kasus Kenakalan Remaja
Tingginya angka kasus yang melibatkan remaja seringkali tidak terselesaikan secara komprehensif. Mengapa demikian? Hal ini karena tidak adanya kerjasama dan perlindungan yang baik antara semua pihak, baik pemerintah, keluarga maupun masyarakat secara umum.
Ironisnya, para remaja yang sudah terlanjur terjatuh pada problematika kenakalan remaja justru mendapatkan sanksi sosial. Sanski tersebut adalah label anak nakal, sudah diatur dan troublemaker sehingga peran mereka pun dikesampingkan, dianggap remeh dan bahkan dibiarkan begitu saja.
Para remaja pun merasa tidak adanya perlindungan dan dukungan untuk bagaimana mereka bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Akibatnya, mereka jadi tidak memiliki guidance untuk berubah jadi lebih baik, merasa sudah putus asa, tidak punya akses untuk melakukan hal-hal yang positif, tidak punya dukungan hingga yang terparah berpotensi untuk mengulangi kesalahan yang sama atau bahkan yang lebih parah.
Padahal, usia remaja adalah usia transisi dari anak-anak ke tingkat dewasa. Sehingga berbagai gejolak yang muncul dalam fase ini seharusnya menjadi tanggung jawab perlindungan oleh pemerintah, keluarga dan masyarakat secara umum.
Faktor kedua muncul karena tidak adanya wadah kegiatan yang komprehensif untuk memberikan perlindungan bagi remaja, khususnya bagi mereka yang terlibat dalam sejumlah kasus, baik pelanggaran norma sosial maupun norma hukum. Sejumlah program seperti program edukasi perilaku seksual, narkoba, HIV Aids menjadi program unggulan sejumlah lembaga sehingga membuat remaja justru menjadi terkotak-kotak. Anggaran yang keluar pun menjadi tidak merata dan maksimal.
Solusi dari Penanganan Masalah remaja
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menyelesaikan masalah di atas? Tentu kerjasama yang baik antara semua pihak menjadi hal penting yang harus kita lakukan. Salah satu bentuknya adalah dengan semakin mengembangkan berbagai program perlindungan terhadap remaja secara lebih menyeluruh.
Kementerian dan Pemerintah Daerah sejatinya juga perlu untuk diberikan ruang untuk membuat program atau program perlindungan yang maksimal untuk remaja. Tentu, dengan indikator jumlah usia remaja yang terus meningkat di suatu wilayah.
Program perlindungan tersebut bisa berupa akses pendidikan gratis hingga tingkat SMA hingga fasilitas ruang publik untuk penyaluran kreativitas remaja yang bebas dan mudah diakses, hingga peran-peran positif yang melibatkan para remaja di lingkungan semakin ditingkatkan. Jika demikian, bukan hanya angka kenakalan remaja saja yang bisa kita turunkan melainkan juga bisa sebagai strategi untuk pembangunan generasi penerus Bangsa yang berkualitas.