Lawan Ameliorasi Koruptor: Quraish Shihab Usul Sebutan Maling untuk Pelaku Korupsi
Tak ada asap tanpa api, ramainya wacana untuk melawan ameliorasi koruptor semakin mencuat lantaran sejumlah faktor. Faktor tersebut adalah adanya tindakan pengkhususan pelaku korupsi baik pada mewahnya sel koruptor hingga sejumlah layanan spesial para napi korupsi. Tindakan pengkhususan juga diperparah dengan adanya diskon hukuman karena alasan-alasan yang tidak etis, hingga tingkah laku tidak bersalah para pencuri uang rakyat ketika berada dalam liputan media.
Dari sejumlah faktor di atas, banyak oknum yang merasa geram dengan tingkah laku pelaku korupsi pun begitu juga para penegak hukum yang terkesan setengah-setengah dalam menangani kasus tersebut. Padahal, tindakan korupsi sudah sepatutnya menjadi kasus hukum berat dan sama sekali tidak boleh dianggap sesuatu yang biasa.
Wacana melawan ameliorasi atau penghalusan terhadap istilah korupsi dianggap tepat untuk kembali mengingatkan penegak hukum juga pelaku hingga terduga pelaku korupsi bahwa tidak mengambil yang bukan haknya, terlebih uang rakyat adalah sebuah kejahatan. Ini bisa sebagai reminder bahwa tidak sepatutnya para pejabat negara apalagi wakil rakyat melakukan tindakan tersebut.
Mengenal Kata Korupsi dari KKBI
Sebelum gencar dengan wacana melawan ameliorasi, alangkah baiknya jika kita kembali melihat makna kata koruptor dari KBBI. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Korupsi adalah tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sementara itu, kata Koruptor bisa diartikan dengan orang yang menyelewengkan atau menggelapkan uang negara atau perusahaan, organisasi, yayasan maupun tempat kerja.
Secara sederhana, korupsi bisa dianggap sebagai perilaku menyimpang karena telah menyelewengkan uang yang bukan menjadi haknya. Jelas, ini adalah istilah yang lebih halus dari istilah lainnya yakni sebagai tindakan mencuri atau pelakunya yang biasa kita kenal sebagai pencuri.
Quraish Shihab Angkat Bicara
Meski sejumlah media massa sempat mencuatkan wacana melawan ameliorasi koruptor dengan penyebutan nama Garong atau Maling Uang Rakyat dalam semua artikel yang membahas para koruptor, namun tindakan ini tidak berlangsung lama. Kekecewaan publik yang tersalur melalui tangan handal para jurnalis yang kala itu sempat geram dengan adanya korupsi besar-besaran e-KTP hingga sejumlah drama yang mengikutinya membuat wacana perlawanan ameliorasi koruptor benar-benar terlaksana.
Sempat beberapa bulan mewarnai jagat dunia jurnalistik, istilah Garong atau Maling Uang Rakyat seketika padam lantaran sejumlah pihak yang meminta untuk penghalusan kata menjadi kembali disebut sebagai koruptor. Dengan dalih para koruptor bisa dan berpotensi untuk bertaubat, penyebutan istilah yang lebih halus penting untuk dilakukan media.
Namun, apakah hal tersebut benar-benar akan efektif? Atau justru membuat pelaku korupsi semakin menganggap tindakannya adalah hal biasa karena tidak adanya sanksi sosial hingga hukuman yang bisa dinego?
Cendekiawan Muslim, Profesor Muhammad Quraish Shihab bahkan ikut angkat bicara dan menganggap ameliorasi istilah korupsi perlu untuk kembali disuarakan. Dalam sebuah wawancara, Quraish Shihab bahkan mengatakan jika alangkah baiknya pelaku korupsi di Indonesia disebut dengan pencuri ketimbang koruptor.
Hal ini beliau lontarkan lantaran kegeraman tatkala ketika rakyat jelata yang mengambil bukan haknya bisa disebut dengan pencuri lalu kenapa pejabat atau pegawai harus dinamai sebagai koruptor. Padahal keduanya sama, yakni mengambil sesuai yang bukan menjadi hak mereka.
Terlebih, tindakan para pelaku yang mulai bikin geleng-geleng kepala bisa menjadi syarat bahwa istilah koruptor sudah mengalami banyak penghalusan sehingga berdampak pada penghalusan pengusutan kasus mereka. Lembaga hukum yang menjadi satu-satunya pelarian rakyat menumpukan harapannya atas hukuman para pencuri uang rakyat, justru belakangan agak setengah-setengah dalam menunjukkan keganasannya. Jika sudah begini, lalu siapa yang seharusnya rakyat percaya?