Pergantian Panglima TNI, Penumpukan Perwira Menengah, dan Gerbong Baru

Desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk segara memulai proses pergantian Panglima TNI semakin kencang. Terbaru, desakan muncul dari sejumlah organisasi yang tergabung ke dalam Koalisi Masyarakat Sipil.

Percepatan proses pergantian Panglima TNI Gatot Nurmantyo dinilai penting tidak hanya untuk publik, namun juga bagi internal TNI itu sendiri.

Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, salah satu faktornya adalah karena terjadi penumpukan perwira menengah di tubuh TNI atau yang berpangkat kolonel. Hal ini diakibatkan banyak hal, mulai dari rekrutmen hingga regenerasi yang dinilai tidak mulus.

Menurut Al Araf, ada ratusan perwira menengah TNI yang tidak memiliki “pekerjaan” atau ruang untuk menempati jabatan-jabatan tertentu. Bila tidak dicari solusi, maka hal ini dinilai bisa menjadi masalah. Sebenarnya, TNI sudah memiliki program zero growth atau pertumbuhan jumlah anggota TNI sebesar 0 persen. Program ini dilakukan agar tidak membebani keuangan negara.

Meski zero growth, bukan berarti tidak ada penambahan atau rekrutmen baru di tubuh TNI. Hanya saja, rekrutmen harus seimbang dengan jumlah anggota yang keluar atau pensiun. Misalnya, bila jumlah anggota yang pensiun mencapai 100 orang, maka rekruitmen juga harus 100 orang.

Selain tidak akan membebani anggaran negara, program zero growth juga diyakini akan membuat regenerasi pimpinan di TNI berjalan lebih mulus.

Namun, kini program itu kembali dipertanyakan lantaran terjadi penumpukan perwira menengah di TNI.

“Ini perlu dipikirkan negara, karena ini akan kurang baik kalau terlalu banyak penumpukan,” kata Al Araf di Kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (12/11/2017). Harapan adanya solusi terhadap persoalan penumpukan perwira menengah TNI muncul menyusul akan pensiunnya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam waktu dekat.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pergantian Panglima TNI bisa membawa adanya regenerasi baru para pimpinan militer. Apalagi, Gatot adalah representasi angkatan yang sangat senior yaitu 1982.

“Gerbong di bawahnya akan bergerak. Apalagi beliau angkatan 1982, maka gerbong di bawahnya akan naik ke level jabatan-jabatan baru,” ucap Al Araf.

Sedangkan Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan, proses pergantian Panglima TNI perlu dipercepat. Salah satu alasanya yaitu akan membantu memperlancar proses transisi manajerial organisasi di dalam tubuh TNI.

Sementara itu, Indra dari Setara Institute mendesak Presiden agar serius mencermati setiap calon kandidat Panglima TNI baru. Pimpinan lembaga militer itu wajib memenuhi beberapa syarat yakni tidak berpolitik, ahli di bidangnya, dan tunduk kepada perintah otoritas sipil.

Hal itu dinilai penting lantaran Indonesia akan menggelar agenda politik pemilihan, mulai dari Pilkada 2018, serta pemilu legislatif dan pemilu presiden pada 2019.

“Di tengah dinamika itu, dibutuhkan Panglima TNI baru yang tegas dan mampu menjaga netralitas dan profesionalisme militer,” kata Indra.

Sumber: Kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *