Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pembahasan RUU Pemilu Dilakukan Terbuka

Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak panitia khusus (Pansus) RUU Pemilu melakukan pembahasan secara terbuka. Mereka menilai, formulasi kebijakan yang dituangkan dalam RUU Pemilu dilakukan melalui rapat tertutup. Peneliti LIPI, Syamsudin Harris, mengatakan RUU Pemilu merupakan kebijakan strategis yang berdampak terhadap masyarakat luas.

Beleid itu sebagai alat untuk melakukan seleksi terhadap pejabat publik di tingkat eksekutif dan legislatif melalui mekanisme pemilu. Oleh karenanya pembahasan yang dilakukan DPR terhadap RUU Pemilu harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan publik. Menurutnya, publik berhak mengetahui substansi apa saja dalam RUU Pemilu yang diperdebatkan. Apakah perdebatan itu berkaitan dengan kepentingan publik atau hanya kepentingan parpol atau individu politisi.

“Proses pembahasan RUU Pemilu harus terbuka agar masyarakat mengetahui apa saja yang diperdebatkan oleh anggota pansus,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Jumat (31/3). (Baca Juga: Ketentuan E-Voting, RUU Pemilu Harus Selaras Putusan MK)

Syamsudin mengatakan, dengan rapat terbuka dan melibatkan publik, regulasi yang dihasilkan diharapkan mampu menjawab tantangan yang selama ini ada di masyarakat. Ia mengingatkan, jangan sampai peraturan tersebut sekadar tambal sulam sehingga tidak menyelesaikan persoalan.

Mengenai isu yang dibahas dalam rapat pansus RUU Pemilu, Haris menilai, DPR gagal fokus. Sebab beberapa wacana yang diperdebatkan tidak berdasarkan argumen yang jelas. Misalnya, adanya perwakilan partai politik yang menjadi komisioner KPU, penambahan jumlah anggota legislatif serta KPU dan Bawaslu.

Syamsudin yakin jika pembahasan dilakukan tertutup, berpotensi besar terjadi transaksi antar kepentingan partai politik yang mengabaikan kepentingan publik. Dampaknya, UU Pemilu yang dihasilkan sebagai landasan digelarnya Pemilu serentak 2019 itu tidak akan ideal, hanya tambal sulam. “Regulasi itu nanti akan mengakomodir kepentingan partai politik, bukan kepentingan publik,” urainya. (Baca Juga: Ini Alasan Aturan Presidential Treshold Dinilai Tidak Tepat)

Peneliti PSHK, Mulki Shader, menyebut proses legislasi sifatnya terbuka dan membuka semua akses kepada publik. Hal itu sebagaimana amanat UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Namun Peraturan DPR No.1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, mengatur ada dua jenis rapat yakni terbuka dan tertutup. Walau idealnya semua pembahasan UU di DPR dilakukan secara terbuka tapi praktiknya ada rapat yang dilakukan secara tertutup sehingga tidak melibatkan publik. Ironisnya, tidak ada indikator dalam tatib itu yang menjadi dasar sebuah rapat digelar secara terbuka atau tertutup.

Padahal, mengacu UU Keterbukaan publik, ada beberapa isu yang informasinya bersifat tertutup untuk publik seperti mengancam keamanan negara. Menurut Mulki hal serupa harusnya dijadikan parameter bagi DPR untuk menentukan sebuah rapat dilakukan secara tertutup atau terbuka. “Apa RUU Pemilu masuk kategori membahayakan keamanan negara sehingga pembahasannya dilakukan tertutup?,” tukasnya.

Peneliti ICW, Almas Sjafrina, berpendapat salah satu alasan pansus RUU Pemilu melakukan rapat tertutup yaitu waktu yang tersisa sangat terbatas, dan menghindari perdebatan publik yang berkepanjangan. Baginya argumen itu tidak bisa diterima masyarakat karena RUU Pemilu berkaitan dengan hak publik. Misalnya, salah satu isu yang ramai dibahas soal sistem pemilu terbuka atau tertutup. Kemudian ambang batas pencalonan Presiden dan perwakilan partai politik bisa menjadi komisioner KPU. (Baca Juga: Silang Pendapat Ambang Batas dalam RUU Pemilu)

Tertutupnya rapat pembahasan RUU Pemilu menurut Almas membuat publik curiga terhadap Pansus. Jika tidak dilakukan pembahasan secara terbuka dia yakin UU Pemilu yang dihasilkan nanti akan bermasalah dan menuai polemik yang lebih besar di masyarakat. Ke depan, regulasi dan tatib DPR harus memperjelas mekanisme rapat dalam membahas UU. Perlu ditentukan parameter yang jelas untuk menggelar rapat apakah terbuka atau tertutup.

Sumber: hukumonline.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *