12 Peluru Tembus Tubuh Asep, LBH Jakarta: Bajunya Tidak Bolong

12 peluru yang menembus tubuh Asep Sunandar (25) menyisakan pertanyaan. Lantaran hasil forensik tidak meninggalkan lubang di baju milik Asep.

Pendamping hukum Asep dari LBH Jakarta Bunga Siagian mengatakan ada 10 kejanggalan yang ditemukan pada kasus ini. Temuan ini merupakan bukti ketidakkonsistenan polisi dalam mengusut kasus ini.

“Ada lagi temuan si mayat itu mengenakan baju tapi tidak bolong tetapi jaketnya bolong,” ujar Bunga Siagian di kantornya Jalan Dipenogoro, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2016).

Bunga mengatakan kematian Asep sendiri tidak diketahui oleh keluarga. Bahkan waktu pemakaman polisi tidak memberikan ijin untuk keluarga.

“Polisi bilang tidak tahu siapa pelakunya. Akhirnya, polisi memberikan duit Rp 5 juta dan bilang jangan dilanjutkan. Yang buat kami heran kenapa harus ngasih uang? Kenapa polisi meminta ini jangan dilanjutkan? Ini seperti ada yang ditutup-tutupi,” bebernya.

Menurut Bunga ketika polisi melakukan ekspose perkara alasan penembakan ke media. Asep dikatakan melarikan diri dan mencoba menembaki anggota.

“Tapi fakta yang kami temukan dari salah satu anggota forensik RSUD Cianjur terdapat luka lebam di sekitar lubang bekas tembakan dan hal tersebut biasanya diakibatkan oleh tembakan jarak dekat,” paparnya.

Bunga juga mengatakan keterangan polisi tidak konsisten terkait adanya baku tembak. Karena keterangan tersebut dibantah oleh saksi kunci yakni kedua rekan Asep.

“Saksi O dan I kaget karena menurutnya tidak ada baku tembak yang terjadi. Di situ tidak ada kaca pecah, tidak ada perlawanan, mereka dilakban matanya berdasarkan kesaksian O dan I. Kami melihat ada rekayasa oleh polres cianjur dalam menangani kasus ini,” paparnya.

Bunga menjelaskan berdasarkan kejanggalan dan fakta yang ditemukan di lapangan, polisi belum mengindahkan prinsip penyidikan. Pihaknya juga mendesak polisi mengeluarkan surat hasil autopsi Asep.

“Oleh karena itu kami meminta Kapolda Jawa Barat, Irwasda dan Kabid Propam Polda Jabar untuk melakukan evaluasi dengan proses penyidikan kasus kematian Asep dan menindak jika ditemukan penyidikan yang tidak profesional dan tidak independen,” ujarnya.

Tentang kematian Asep pun sempat disoroti The Asian Human Rights Commission (AHRC) yang berbasis di Hong Kong. Mereka menyoroti proses penangkapan hingga 12 lubang bekas peluru di tubuh Asep. Namun Kasat Reskrim Polres Cianjur, AKP Benny Cahyadi, menjelaskan bahwa mekanisme penangkapan Asep alias Mpep sudah sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP).

“Dia buron sejak 2014 lalu, dia saat itu ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan bersama adiknya bernama Arifin alias Bule. Si Bule tertangkap sementara si Mpep kakaknya melarikan diri,” Kata Benny Cahyadi kepada detikcom Rabu (28/9/2016).

Benny menyebut Asep sangat ‘licin’ sejak dinyatakan buron beberapa kali dia melakukan teror dan kekerasan terhadap warga. Tahun 2011 Asep bahkan sempat ditahan karena kasus penyerangan menggunakan pedang.

“Tahun 2011 dia pernah ditahan karena menjadi otak aksi penganiayaan menggunakan senjata tajam pedang. Lalu dalam kurun waktu tahun 2014 sampai 2016 tercatat ada 17 aksi kejahatan yang dilakukan tersangka, yang paling menonjol adalah penganiayaan terhadap tiga orang santri yang baru pulang dari pengajian. Hal itu memicu reaksi sejumlah ormas Islam, polisi merespons dengan menyebar personel di sejumlah titik yang dicurigai kerap ditongkrongi oleh tersangka,” lanjut Benny.

Menanggapi sorotan HAM internasional, Benny tak terlalu mempersoalkan hal itu. Menurutnya, proses penangkapan Asep sudah sesuai SOP.

“Pelaku ini terbilang sadis dan meresahkan masyarakat, upaya tembakan peringatan sudah kita lakukan namun mendapat perlawanan,” tegas Benny.

Sumber: Detiknews

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *